BAB
II
Landasan
dalam Penyusunan Program
2.1 Latar Belakang
Penyusunan Program
Pada era globalisasasi
ini, siswa dituntut untuk dapat
mengikuti perkembangan dunia yang tidak ada habisnya. Dalam mengikuti
perkembangan dunia, siswa harus memahami lebih dari dua bahasa, salah satunya
adalah Bahasa Inggris. Keterampilan dalam berbahasa Inggris sangat dibutuhkan
terutama dalam tuntutan pekerjaan.
Salah satu dasar dari keterampilan Bahasa Inggris adalah vocabulary knowledge, yaitu kemampuan
untuk mengetahui arti dari bahasa (Shanker, 2010). Pengetahuan akan vocabulary knowledge dalam Bahasa
Inggris sangat diperlukan dalam memahami kata, dan memahami bacaan. Menurut
Coyne, et al. (2011), hubungan antara vocabulary
knowledge dan pemahaman relatif berbanding lurus. Menurut Stahl (dikutip
dalam Coyne, et al., 2011), jika siswa tidak tahu arti dari kata secara tunggal,
kemampuan mereka untuk memahami makna dari kalimat secara utuh atau paragraph
menjadi berkurang.
Pengembangan vocabulary knowledge dapat dimulai dari hal-hal kecil, seperti
barang-barang yang di sekitar kita. Program ini dibuat untuk meningkatkan vocabulary knowledge pada siswa dengan
cara membiasakan siswa melihat petunjuk kata dalam Bahasa Inggris mengenai
barang-barang yang ia kenali.
2.2 Tujuan Penyusunan
Program
Penulis menyusun makalah rancangan program pendidikan belajar dengan
melihat. Pengertian dari belajar dengan melihat ini adalah anak melihat kata
yang ada di dalam suatu benda lalu mengingat kata tersebut untuk meningkatkan vocabulary knowledge yang ia miliki. Program
ini bertujuan untuk membantu siswa dalam menambah pengetahuan dalam Bahasa
Inggris terutama pada vocabulary
knowledge. Siswa tidak hanya mampu meningkatkan vocabulary knowledge, tetapi juga mampu mengucapkan kata dalam
Bahasa Inggris dengan benar. Program ini juga diharapkan untuk membantu guru
dalam mengajarkan siswa pelajaran Bahasa Inggris.
2.3 Analisis
Karakteristik Kompetensi
Menurut Papalia
(dikutip dalam Gunarsa, 2004), bilingual adalah
kefasihan berbicara dua bahasa. Dua bahasa yang dimaksud biasanya adalah bahasa
ibu (native language) dan bahasa
asing (foreign language). Kemampuan bilingual sangat diperlukan di dunia
pekerjaan dan harus dilatih sejak kecil.
Pada siswa kelas tiga SD terdapat beberapa silabus yang diberikan salah
satunya adalah pada bab satu, yaitu at
home. Standar kompetensi pada bab
ini adalah siswa mampu mengidentifikasi peralatan rumah tangga dan lokasi
dimana peralatan tersebut diletakkan. Pada bab tiga, yaitu cultures and food siswa diharapkan untuk belajar mengenai makanan
dan mengidentifikasi makanan (Robinson, 2013). Siswa kelas tiga SD juga bisa
diajarkan mengenai barang-barang yang ada di dalam kelas dalam Bahasa Inggris.
2.4 Analisis
Karakteristik Pemberi Program
Menurut Santrock (2012), guru yang efektif harus memiliki beberapa
komponen dalam mengajar. Komponen penting yang harus dimiliki guru dalam
memberikan program pendidikan yang dirancang penulis kepada siswa adalah Subject Matter Competence, Instructional
Strategies, Motivational Skill, Communication Skill, Technological Skill.
Pada subject matter competence, menurut
Abruscato, et al. “memiliki pemahaman yang dalam mengenai materi adalah aspek
penting untuk menjadi kompeten” (Dikutip dalam Santrock, 2012). Guru juga harus
mampu menerapkan aplikasi pembelajaran di kehidupan sehari-hari. Di kelas Bahasa
Inggris guru harus menguasai materi mengenai bahasa Inggris. Guru juga harus
memiliki vocabulary knowledge yang
banyak dalam Bahasa Inggris terutama pada benda-benda yang ada di sekitar siswa
seperti di dalam kelas.
Pada Instructional
Strategies guru menggunakan constuctivist
approach, yaitu pembelajaran terpusat pada siswa. Guru akan membantu siswa
menambah vocabulary knowledge mereka
dengan mengenal benda-benda yang ada di
lingkungan siswa dalam Bahasa Inggris. Guru akan memberi tugas kepada siswa
untuk menempelkan kertas pada benda-benda yang ada di sekitar mereka berisi
nama benda tersebut dalam bahasa inggris.
Pada motivational skill,
menurut Anderman dan Dawson, “guru yang efektif memiliki strategi yang baik
untuk membantu siswa bisa memotivasi dirinya dan bertanggung jawab atas apa
yang mereka pelajari” (Dikutip dalam Santrock, 2012). Guru harus memiliki
strategi seperti memberikan reinforcement
bagi siswa yang memiliki vocabulary knowledge paling banyak agar
para siswa mampu memotivasi diri mereka dalam menambah vocabulary knowledge dalam Bahasa Inggris.
Pada communication skill, guru
harus mampu berkomunikasi dengan baik kepada siswa. Guru harus mampu
menjelaskan tugas yang diberikan kepada siswa dengan sangat jelas agar siswa mengerti
mengenai tugas tersebut. Guru juga harus mampu menjawab pertanyaan siswa dengan
sikap yang bersahabat sehingga siswa senang untuk berkomunikasi dengan guru.
Pada technological skill, guru
harus mampu menjadikan teknologi sebagai alat pendukung dalam pembelajaran.
Guru harus mengenalkan kepada siswa mengenai teknologi seperti internet dan
kamus elektronik untuk menambah vocabulary
knowledge pada siswa.
2.5
Analisis Karakteristik Peserta Program
Peserta program
“belajar dengan melihat” adalah siswa dari sekolah dasar (SD). Sekolah dasar
adalah jenjang paling dasar pada pendidikan formal di Indonesia. Sekolah dasar
ditempuh dalam waktu enam tahun mulai kelas satu sampai kelas enam (Kemdikbud,
2012).
Siswa yang mendapatkan
program ini adalah siswa kelas tiga SD yang berada dalam tahapan middle childhood. Menurut Piaget, anak
usia middle childhood berada pada
tahapan concrete operations yaitu
ketika anak mampu menggunakan operasi mental seperti penalaran dan
menyelesaikan masalah konkrit (dikutip dalam Papalia, & Feldman, 2012).
Anak akan lebih mudah untuk belajar ketika ditunjukkan contoh langsung. Dengan
melihat langsung benda yang ada di sekitar anak, lalu nama benda tersebut
diterjemahkan dalam Bahasa Inggris anak akan lebih dalam belajar bahasa
Inggris.
Pada tahapan concrete operations,
siswa juga memiliki kemampuan
mengkategorisasikan objek. Pada program pembelajaran ini siswa juga akan
diminta untuk mengkategorisasikan benda mana yang termasuk alat tulis,
perabotan rumah tangga, peralatan untuk makan dan lain-lain.
Siswa kelas tiga SD yang umumnya berumur delapan sampai sembilan tahun
berada pada tahapan psikososial industry
vs inferiority. Pada tahapan ini anak ingin berkompetisi dan menjadi lebih
unggul dibandingkan teman-temannya. Siswa kelas tiga SD diharapkan mampu
bersaing untuk memiliki vocabulary
knowledge paling banyak. Pada tahapan ini self-esteem anak mulai terbentuk.
Menurut Erikson, “faktor yang menentukan self-esteem adalah pandangan siswa mengenai kapasitas mereka dalam
pekerjaan yang produktif” (dikutip dalam Papalia & Feldman, 2012).
2.6
Analisis Pendekatan Belajar
Pendekatan belajar yang
digunakan pada program ini adalah behavioral
approach dan the information-processing
approach. Pendekatan belajar pertama adalah behavioral approach, pada pendekatan ini terdapat pandangan behaviorism. Pandangan behaviorism yaitu pandangan bahwa
perilaku harus dijelaskan dengan pengalaman observasi, bukan dengan proses
mental. Perilaku adalah semua yang dilakukan oleh individu maupun kelompok,
baik verbal maupun nonverbal yang dapat dirasakan oleh indera. Perilaku
tersebut bisa seperti anak membuat poster, dan guru mengajar (Santrock, 2012).
Siswa dapat menciptakan hasil yang nyata dalam tugas ini yaitu
barang-barang yang dimiliki siswa dapat ditempel dengan kertas yang berwarna
dan bagus, dan tulisan yang rapi. Guru juga harus melihat dan mengawasi siswa
dalam mengerjakan tugas tersebut apakah benar atau salah.
Pendekatan belajar yang kedua adalah
the information-processing approach¸ yaitu pendekatan yang menekankan
bagaimana siswa memanipulasi informasi, mengawasi dan membuat strategi mengenai
informasi tersebut (Santrock, 2012).
2.7
Analisis Aktivitas Belajar
Pada program ini juga menggunakan pembelajaran operant conditioning, yaitu bentuk dari pembelajaran dengan
konsekuensi dari perilaku yang menghasilkan perubahan dengan kemungkinan suatu
perilaku akan muncul (Santrock, 2012). Siswa diberikan reinforcement, yaitu konsekuensi yang meningkatkan kemungkinan
suatu perilaku akan muncul (Santrock, 2012). Jenis reinforcement yang diberikan berupa pujian untuk siswa ketika mampu
menghapal kata-kata dalam Bahasa Inggris. Siswa juga melakukan proses modelling, yaitu pembelajaran yang
terjadi ketika sesorang mengobservasi dan
mengimitasi perilaku (King, 2013). Guru menempelkan kata dalam Bahasa Inggris
pada setiap benda, saat melihat perilaku guru, siswa akan terpacu untuk mengikuti
guru tersebut.
Metode
pengajaran yang diberikan guru di kelas adalah dengan mekanisme untuk mengubah
keterampilan kognitif anak yaitu encoding,
automaticity¸dan strategy
construction.
Encoding adalah proses dimana
informasi dimasukkan ke dalam memori (Santrock, 2012). Siswa akan diminta untuk
melakukan proses encoding dengan cara
menempelkan kertas berisi tulisan nama benda dalam bahasa Inggris pada setiap
benda yang ada di sekitar siswa. Setiap kali siswa melihat benda tersebut,
siswa akan melihat nama benda tersebut dalam bahasa inggris. Nama benda dalam
bahasa Inggris tersebut akan masuk ke dalam memori anak contohnya anak akan
melihat bahwa table adalah Bahasa
Inggris dari meja.
Automaticity adalah kemampuan
untuk memproses informasi dengan sedikit usaha atau tanpa usaha (Santrock,
2012). Ketika anak sudah melakukan encoding¸
anak akan mampu memproses informasi khususnya dalam Bahasa Inggris secara
otomatis. Saat anak ditanyakan kata pintu dalam Bahasa Inggris, anak akan
langsung menjawab “door” secara cepat
tanpa berpikir panjang.
Strategy construction adalah
membuat prosedur baru untuk memproses informasi (Santrock, 2012). Saat guru
sudah membiasakan anak untuk menghafal nama benda dalam Bahasa Inggris dengan
cara melihat ke arah tulisan yang ditempel, anak akan mencari cara lain
menghafal seperti menuliskan nama benda dalam Bahasa Inggris di buku catatan.
Ketika tiga tahapan mengubah keterampilan kognitif anak sudah dilakukan,
diharapkan informasi tersebut dapat masuk ke long-term memory. Menurut
Santrock (2012), long-term memory adalah
memori dalam jumlah yang banyak untuk masuk ke dalam memori dalam jangka waktu
yang panjang.
Pada program ini, anak juga akan diminta untuk belajar dengan individu.
Hal ini dikarenakan pada tahapan psikososial industry vs inferiority¸anak akan berusaha untuk berkompetisi dan
menunjukkan bahwa dirinya lebih unggul dibandingkan teman-temannya. Maka dari
itu mengerjakan tugas secara individual akan cocok untuk anak pada tahapan ini.
2.8
Analisis Evaluasi Belajar
Jenis assessment yang
dilakukan guru untuk penilaian adalah summative
assessment yaitu penilaian setelah instruksi dilakukan, dengan tujuan
mendokumentasikan performa siswa (Santrock, 2012). Guru akan menilai dengan
menanyakan nama-nama benda yang diingat oleh siswa setelah beberapa hari siswa
terbiasa melihat benda yang ditempelkan nama benda tersebut dalam bahasa
inggris.
Proses penilaian juga bisa menggunakan cara matching items, yaitu menurut Humbleton (dikutip dalam Santrock,
2012), guru akan meminta siswa mencocokkan satu kelompok stimuli dengan satu
kelompok stimuli yang lainnya dengan benar. Siswa akan diberikan kertas yang
berisikan gambar dari benda-benda di sisi kiri dan tulisan berisi nama benda di
sisi kanan. Siswa disuruh mencocokkan nama benda yang sesuai dengan bendanya.
Siswa juga bisa diberikan dua tumpuk kartu, satu tumpuk kartu berisi gambar dan
satu tumpuknya lagi bertuliskan nama-benda dalam Bahasa Inggris lalu siswa
disuruh mencari pasangan setiap kartu.
Guru juga dapat menggunakan tes vocabulary
knowledge, menurut Mar’at (2005),
dalam tes ini, anak harus menunjukkan gambar mana yang sesuai dengan
kata-kata yang diucapkan tes, untuk mengukur apakah anak mengerti makna
tersebut. Dapat pula anak disuruh menyebutkan nama dari benda-benda yang
terdapat dalam suatu gambar.
Bab
III
Program
Belajar dengan Melihat
3.1
Tujuan Program
Tujuan program “Belajar
dengan Melihat” ini menggunakan Bloom’s
taxonomy yang dikembangkan oleh Benjamin Bloom beserta temannya. Pada Bloom’s taxonomy terdapat tiga domain
yaitu kognitif, afeksi, dan psikomotor. Tujuan program ini hanya menggunakan
dua domain dari Bloom’s taxonomy
yaitu kognitif dan afeksi.
Domain kognitif terdiri dari enam objektif yaitu: (a) knowledge, siswa memiliki kemampuan
untuk mengingat informasi. Siswa diharapkan mampu mengingat informasi mengenai
nama benda yang ada di sekitar dalam Bahasa Inggris; (b) comprehension, siswa memahami informasi dan dapat menjelaskan
dengan kata-kata mereka sendiri. Siswa mampu memahami informasi mengenai nama
benda dalam Bahasa Inggris, lalu mampu menjelaskan nama tersebut dengan guru
dan teman-temannya dengan cara mereka sendiri; (c) application, siswa menggunakan pengetahuan untuk menyelesaikan
masalah di dunia nyata. Siswa diharapkan mampu menggunakan pengetahuan mereka
dalam Bahasa Inggris, seperti lebih paham dalam membaca teks Bahasa Inggris;
(d) analysis, siswa memecah informasi
yang kompleks ke dalam bagian-bagian kecil dan menghubungkan informasi ke
informasi yang lainnya. Siswa diharapkan mampu membedakan kata benda
berdasarkan kegunaannya seperti pada kata book,
dipecah lagi menjadi textbook, phonebook,
dan lain-lain; (e) synthesis, siswa mengombinasikan elemen dan membuat
informasi baru. Pada program ini siswa dapat mencari nama baru dalam Bahasa
Inggris pada suatu benda baru sehingga ia mendapatkan informasi dan vocabulary knowledge yang baru; (f) evaluation, siswa membuat penilaian yang
baik dan keputusan. Melalui program ini siswa diharapkan membuat penilaian
seberapa banyak vocabulary knowledge
yang ia miliki dan memutuskan untuk menambah lagi.
Menurut Krathwohl (dikutip dalam Santrock, 2012), pada domain afeksi
memiliki lima objektif yang terkait dengan respon emosional terhadap tugas
yaitu: (a) receiving, siswa menjadi aware dan perhatian terhadap sesuatu di
dalam lingkungannya. Dengan pemberian label pada setiap benda siswa akan lebih
memperhatikan barang-barang yang ada di sekitarnya; (b) responding, siswa menjadi termotivasi untuk belajar dan menampilkan
perilaku sebagai hasil dari pengalaman. Siswa diharapkan termotivasi untuk
memperbanyak perbendaharaan mereka dan memberitahukan apa yang ia ketahui
kepada guru dan orangtuanya; (c) valuing,
siswa menjadi terkait atau komitmen pada beberapa pengalaman. Siswa akan merasa
pintar ketika ia memiliki vocabulary
knowledge yang banyak sehingga ia terus menambah vocabulary knowledge dalam Bahasa Inggris; (d) organizing, siswa mengintegrasikan nilai baru yang sudah ada pada
seperangkat nilai dan menjadikan hal tersebut sebagai prioritas. Siswa memiliki
nilai dari setiap vocabulary knowledge
yang ia miliki, dan ia akan menempelkan kata dalam Bahasa Inggris pada setiap
barang baru yang ia miliki; (e) value
characterizing siswa bertingkahlaku sesuai dengan nilai baru dan komitmen
kepada nilai tersebut. Siswa diharapkan meningkatkan vocabulary knowledge yang ia miliki tidak hanya pada benda-benda tetapi
pada kata yang lain.
3.2
Jangka Waktu Pelaksanaan
Jangka waktu pelaksanaan program ini adalah selama satu bulan. Program
ini dilaksanakan 1 kali dalam seminggu pada 1 sesi dengan waktu 90 menit. Pelaksanaan
program ini dilakukan dengan waktu yang cukup lama karena dalam pelaksanaan
program ini dibutuhkan banyak prosedur. Waktu yang cukup lama juga dikarenakan
waktu untuk pelajaran Bahasa Inggris di jadwal pelajaran yang sudah ditetapkan
dari sekolah sangat sedikit.
3.3
Kondisi Tempat Pelaksanaan
Kelas yang digunakan menggunakan standard
classroom arrangement dengan model auditorium
style yaitu semua siswa duduk menghadap ke arah guru. Pengaturan kelas
seperti ini akan menghambat interaksi face-to-face
pada siswa. Auditorium style sering
digunakan ketika presentasi.
Figur
1. Auditoritum Style Classroom
Pencahayaan di dalam kelas sangat penting untuk menjaga konsentrasi
siswa dalam belajar. Cahaya dengan spektrum penuh atau cahaya alami adalah yang
paling baik. Suhu di dalam kelas juga harus diperhatikan. Idealnya di dalam
kelas harus memiliki pendingin udara, tetapi jika keuangan sekolah tidak mencukupi bisa
disiasati dengan cara lain seperti ruangan kelas yang terbuka atau meletakkan
beberapa tanaman untuk menghasilkan oksigen (Rupilu, 2012).
3.4
Materi Perlengkapan
Untuk membuat pelaksanaan program menjadi lebih efektif, diperlukan
alat-alat untuk membantu pelaksanaan program ini. Alat-alat yang dibutuhkan
adalah papan tulis, kertas warna-warni, spidol, microphone, kamus Bahasa Inggris-Indonesia dan Indonesia-Bahasa
Inggris.
3.5
Prosedur Pelaksanaan Program
Tabel 1
Kegiatan
dalam Rancangan Program Pendidikan
No.
|
Tujuan Instruksional
|
Waktu
|
Kegiatan
|
Keterangan
|
1.
|
Siswa mengenal Bahasa Inggris
baru.
|
30 menit
|
Guru menuliskan di papan tulis
kata-kata mengenai benda-benda di sekitar kita dalam Bahasa Inggris.
|
Papan Tulis
|
2.
|
Siswa mampu mengucapkan kata-kata
dalam Bahasa Inggris dengan benar.
|
15 menit
|
Setelah guru menuliskan kata
dalam Bahasa Inggris, guru mengajak siswa bersama-sama menggunakan kata
tersebut.
|
microphone
|
3.
|
Siswa mampu menuliskan kata-kata
dalam Bahasa Inggris dengan benar.
|
15 menit
|
Guru menyuruh siswa menuliskan
kata-kata tersebut dalam Bahasa Inggris. Setelah itu siswa diberikan tugas
untuk menempelkan kata-kata tersebut pada benda.
|
Kertas warna-warni, spidol,
selotip
|
4.
|
Siswa mampu menghapal kata-kata
dalam Bahasa Inggris
|
1 jam
|
Setiap siswa maju di depan kelas
dan ditanyakan mengenai kata-kata dalam Bahasa Inggris beserta artinya. Siswa
juga diberikan kartu bergambar dan menebak Bahasa Inggris dari gambar yang
ada di dalam kartu tersebut.
|
Kartu bergambar
|
3.6
Aspek-Aspek yang Perlu Dipertimbangkan dan Upaya yang dapat Dilakukan
Aspek yang perlu dipertimbangkan meliputi motivasi, masalah prestasi, variasi
individual, dan suasana kelas. Siswa dalam kelas Bahasa Inggris melakukan tugas
tersebut secara individu. Guru harus berusaha untuk menumbuhkan intrinsic
motivation yang lebih besar
dibandingkan extrinsic motivation.
Intrinsic motivation adalah motivasi internal melakukan sesuatu untuk
dirinya sendiri, sedangkan extrinsic
motivation adalah melakukan sesuatu
untuk mendapatkan sesuatu yang lain
Dalam segi prestasi, terkadang di dalam kelas terdapat siswa yang tidak
tertarik pada pelajaran Bahasa Inggris sehingga malas untuk mengerjakan tugas.
Maka dari itu tugas guru adalah berbicara dengan siswa dan Bahasa Inggris juga
bisa dikaitkan dengan hal yang ia sukai. Guru juga bisa memperlihatkan video
kartun kesayangan siswa dalam Bahasa Inggris lalu mengatakan “lihat, karakter
yang kamu sukai saja bisa Bahasa Inggris, kamu juga harus bisa Bahasa Inggris
agar tidak kalah dengan dia”.
Guru harus memperhatikan variasi individual, terutama konteks
sosiokultural yaitu perbedaan etnis dan sosioekonomi. Menurut Ballentine dan
Roberts, perbedaan
pencapaian lebih erat kaitannya dengan
sosioekonomi, dibandingkan etnis (Dikutip dalam Santrock, 2012). Guru
diharapkan untuk memperhatikan dalam pemberian pengetahuan alat-alat yang ada
di rumah. Guru juga diharapkan untuk tidak memasukkan alat-alat yang canggih
dan mahal seperti komputer, microwave,
dan
sepeda. Hal ini bisa saja ada anak-anak yang berasal dari sosioekonomi yang
rendah tidak memiliki alat-alat tersebut.
Suasana kelas juga harus dibuat kondusif dan tetap nyaman. Kelas yang
bersih akan membuat proses belajar dan mengajar menjadi nyaman. Perlunya di
dalam kelas diletakkan tempat sampah untuk membuang kertas-kertas sampah.
3.7
Pedoman Evaluasi Pencapaian Tujuan Program
Dalam melakukan
evaluasi, digunakan sistem grading yaitu
menerjemahkan informasi penilaian deskriptif ke dalam huruf, angka, dan tanda
lain yang mengindikasi kualitas dari pembelajaran dan penampilan siswa
(Santrock, 2012). Pada program ini digunakan angka dalam sistem grading. Tingkatan angka yang diberikan
kepada siswa dimulai dari nilai 1 sampai dengan 4.
Standard dalam sistem grading ini
menggunakan dua standard yaitu criterion-referenced
grading, yaitu siswa menerima grade tertentu
untuk level tertentu dari performanya terlepas dari perbandingan dengan siswa
lain (Santrock, 2012). Tingkatan nilai tersebut membentuk standards-based grading yaitu perkembangan yang didasarkan oleh criterion-referenced grading yang
terdapt juga rubrics. Menurut
McMillan rubrics digunakan untuk
mengidentifikasikan derajat siswa dalam mencapai standard (dikutip dalam
Santrock, 2012).
Tabel
1
Rubrik
Penilaian Guru terhadap Siswa
Kriteria
|
Respons
|
Kemampuan memahami materi
|
1 = Materi yang ditampilkan tidak
sesuai dengan tugas yang diberikan
2 =Materi yang ditampilkan sedikit
sesuai dengan tugas yang diberikan
3 = Materi yang ditampilkan hampir
sesuai dengan tugas yang diberikan
4 = Materi yang ditampilkan sesuai
dengan tugas yang diberikan
|
Kemampuan menghapal benda-benda dalam
Bahasa Inggris
|
1 = Siswa mampu menghapal sedikit
benda di satu kategori dalam Bahasa Inggris
2 = Siswa mampu menghapal setengah
dari benda di satu kategori dalam Bahasa Inggris
3 = Siswa mampu menghapal hampir semua
benda di satu kategori dalam Bahasa Inggris
4 = Siswa mampu menghapal semua benda
di satu kategori dalam Bahasa Inggris
|
Kemampuan mengucapkan kata dalam
Bahasa Inggris dengan benar
|
1 = Siswa mengucapkan kata dalam
Bahasa Inggris dengan kesalahan yang besar
|
Penutup
Program ini dibuat penulis tanpa adanya kegiatan observasi. Kemungkinan
dari kelemahan dari program ini adalah program ini belum bisa dipastikan
berhasil atau tidak. Keunggulan dari program ini adalah dengan adanya program
ini siswa tidak hanya meningkatkan vocabulary
knowledge, tetapi juga meningkatkan keterampilan membaca, menulis dan
mengucapkan kata dalam Bahasa Inggris. Siswa juga akan menambah kreativitas
mereka saat membuat tulisan dan menempel kertas tersebut.
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan program ini, apabila
guru memperkenalkan benda yang berbentuk cairan sehingga tidak mungkin untuk
ditempelkan kertas, cairan tersebut bisa diletakkan dalam wadah lalu
ditempelkan kertas tersebut pada wadah tentunya nama dari benda tersebut
menjadi berubah. Contoh dari perubahannya adalah dari “coffee” menjadi “a cup of
coffee”.
Keunggulan dari makalah ini adalah memiliki banyak sumber yang
terpercaya. Penulis juga memasukkan beberapa materi psikologi. Kelemahan dari
makalah ini adalah ada beberapa kalimat yang kurang dimengerti. Kemungkinan
kelemahan yang lain adalah ada beberapa indikator yang diharapkan oleh dosen
pembimbing mungkin saja tidak ada dalam makalah ini.
Daftar
Pustaka
Coyne,
M. D., Kame’enui, E. J., & Carnine, D. W. (2011). Effective teaching strategies that accommodate diverse learners.
(4th ed.). New Jersey: Pearson
Gunarsa,
D. S. (2004). Dari anak sampai usia
lanjut. Jakarta: BPK Gunung Mulia
Kemdikbud.
(2012). Sekolah dasar. Diunduh dari http://www.kemdiknas.go.id/kemdikbud/peserta-didik-sekolah-dasar
King,
L. A. (2013). The science of psychology
an appreciative view. (2nd ed.). NY:
McGraw-Hill
Mar’at,
S. (2005). Psikolinguistik suatu
pengantar. Bandung: Refika Aditama
Papalia, D. E., & Feldman, R. D. (2012). Experience human development. (12th ed.).
NY: McGraw-Hill
Robinson, L. (2013). English chest. Indonesia: Asta Ilmu Sukses
Rupilu, N. (2012). Mendesain kelas belajar yang kompetibel dengan otak. Diunduh dari edukasi.kompasiana.com/2012/12/19/mendisain-kelas-belajar-yang-kompatibel-dengan-otak-517320.html
Santrock, J. W. (2012). Educational psychology. (5th ed.). NY: McGraw-Hill
Shanker, J. L., & Cockrum, W. (2010). Developing vocabulary knowledge.
Retrieved from http://www.education.com/reference/article/developing-vocabulary-knowledge/